KEBIJAKAN KOMUNIKASI DI BIDANG PENYIARAN II : TELEVISI & FILM
A. Perjalanan Kebijakan Perfilman
Pertama kali masuk film berasal dari Amerika dan Eropa masuk pada 1900-an tepatnya di Jakarta dan Pulau jawa lainya. Di Indonesia sendiri fil pertama kali diproduksi pada tahun 1920-an bersama dengan berdirinya 13 bioskop di Jakarta. Masuknya film-film yang berasal dari Amerika ini menyebabkan timbulnya kekhawatiran bagi Belanda. Adanya hal itu pada tahun 1926 akhirnya Departemen Dalam Negeri mendirikan KOmisi Film HIndia-Belanda yang fungsinya sebagai penyensor film yang akan masuk ke Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1940 disahkannya oleh pemerintah kolonial peraturan yang isinya mengenai struktur dan juga wewenang komisi perfilman yang dimana nantinya akan menjadi pedoman mekanisme sensor yang tidak memandang siapa yang memerintah tak terkecuali ketika Indonesia telah merdeka. Sebelumnya pada tahun 1916, dibentuklah kebijakan perfilman oleh pemerintah Hindia Belanda yang bernama Ordonansi Film.
Tugasnya sendiri yaitu undang-undang film yang mengatur tentang film dan juga penyelenggaraan usaha bioskop seiring dengan banyaknya film yang ada di Indonesia. Sejak itulah pemerintah Belanda mewajibkan penyensoran terhadap setiap film yang akan beredar. Ordonansi Film di tahun 1916 ini sudah mengalami tujuh kali pembaharuan dalam kurun waktu 24 tahun, yaitu pertama, tahun 1919 (pembentukan subkomisi di daerah), 1920 (penghapusan subkomisi di beberapa daerah), 1922 (kewajiban membayar biaya penilaian film), 1925 (tentang Komisi Penilaian Film Batavia sebagai satu-satunya komisi penilaian film di Hindia-Belanda), 1926 (untuk melengkapi Ordonansi Film tahun 1925), 1930 (tentang Hak Pemilik Film Mendapatkan Keterangan, antara lain alasan kenapa filmnya dilarang beredar), yang terakhir tahun 1940 (tentang Film Commission atau Komisi Film yang mewajibkan semua film disensor sebelum diputar untuk umum). Selanjutnya di masa penjajahan Jepang sendiri film-film Hollywood tidak diperbolehkan tayang kecuali konten yang di dalamnya itu mengandung kejahatan barat serta pertemanan dengan Asia. Terdapat juga beberapa poin kebijakan mengenai perfilman pada masa ini yang pertama, terdapat penekanan persahabatan antara bangsa Jepang bersama bangsa Asia lainnya dan pembelajaran Jepang.
Kedua, Film berunsur pemujaan juga pengabdian kepada bangsa. Ketiga, menggambarkan operasi militer dan menunjukkan kehebatan militer Jepang. Keempat, bangsa Barat digambarkan kejahatan-kejahatannya. Kelima, menekankan nilai-nilai moral Jepang, seperti pengorbanan, kasih ibu, persahabatan, penghormatan terhadap orang tua, dan lain-lain. Pada masa perjuangan fisik untuk mempertahankan Republik Indonesia (1945-1946) juga tidak ada lembaga yang secara resmi menangani penyensoran film. Selanjutnya, pada orde lama, hal yang mencolok yakni sensor yang didorong oleh basis sosial atau dalam arti lain pembenaran atas tindakan para otoritas penyensor ini berlindung dari alasan pengerasan sikap yang eksis kepada kelompok masyarakat. Dimana hal ini akan membahayakan. Karena para pengurus sensor tidak lagi secara stabil dapat berdiri independent. Era pemerintahan sebelumnya, orde baru mewarisi sifat dasar medium filmis yang dikontrol ketat di bawah departemen penerangan. Sampai tahun
1964, wewenang negara atas sinema masih dipegang oleh empat departemen yaitu: Pendidikan dan kebudayaan, penerangan, perdagangan, dan industry. Setelah itu, departemen penerangan bertanggung jawab atas seluruh aspek perfilman, dan tahun 1978 departemen penerangan berada dibawah tanggung jawab Menteri koordinator keamanan. SK tahun 1975 yang dikeluarkan bersama menteri penerangan, menteri dalam negeri, dan menteri pendidikan dan kebudayaan mengharuskan setiap bioskop memutar film
Indonesia sedikitnya 2 kali dalam setiap bulannya. Hal ini memberi tempat yang aman bagi film Indonesia sekitar 10-15 persen dari jumlah total jam tayang yang tersedia. Namun, perkembangan yang terjadi di Indonesia sendiri membuat intervensi MPEAA menggiurkan secara ekonomi dan politik memang dimungkinkan. Sinema menjadi salah satu bentuk monopoli media oleh keluarga Soeharto yang pertama dan yang paling kontroversial. Stasiun televisi swasta yang didirikan tahun 1989 seluruhnya berada ditangan para orang disekitar presiden. Lahir dari Belanda, Badan Sensor Film yaitu institusi perfilman Indonesia yang paling tua dan tangguh. Selanjutnya, pada tahun 1968, Surat Keputusan Menteri Penerangan Nomor 44/SK/M/1968 menetapkan bahwa BSF berkedudukan di Jakarta dan bersifat nasional. Dalam perkembangannya, BSF kemudian berubah namanya menjadi Lembaga Sensor Film pada 1992. Pada tahun 1999, Departemen Penerangan dibubarkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid, Pemerintah lalu menempatkan LSF dalam lingkungan Departemen Pendidikan Nasional. Tahun 2000,
Lembaga Sensor Film ini kemudian dipindahkan ke Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata.
B. Televisi
Siaran percobaan yang berhasil dilakukan di Indonesia adalah oleh TVRI atau Televisi Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1962 yang merayakan peringatan ulang tahun Indonesia yang ke-17. TVRI sendiri berpusat di Jakarta. TVRI ini kemudian menjadi salah satu stasiun yang memiliki banyak wewenang untuk menyeleksi alat-alat teelevisi dan memiliki fungsi sebagai badan penyelidikan dan penelitian. TVRI Komplek Gelora Bung Karno dan harus membayar iuran. Setelah ini, lahir juga Keputusan menteri
Penerangan Nomor 230A Tahun 1984 yang terkait Organisasi dan Tata Laksana
Departemen Penerangan yang bertugas untuk melaksanakan sebagian tugas pokok Departemen Penerangan. Dirjen RTF itu sendiri, terdiri dari Sekretariat Direktorat
Jenderal, Direktorat Radio, Direktorat Televisi, dan Direktorat Pembinaan Film dan
Rekaman Video.
C. Masa Orde Baru
Pada era pembaruan 3 pelaku penyiaran berkutat mengenai bagaimana penyiaran berjalan dengan baik.
- Era Pembaruan Tahap Empat
Era ini dimulai dengan lahirnya keputusan menteri penerangan RI No 111/KEP/MENPEN/1990 mengenai penyiaran TV di Indonesia pada 24 Juli 1990.
- Pelarangan Iklan
Iklan pertama muncul pada Maret 1963 melalui TVRI, pada tahun 1975 iklan barang mewah dilarang TV dan pemegang asing harus berbagi saham
dengan rekan Indonesia.
- Bahan Siaran
Pengaturan mengenai bahan penyiaran terdapat pada pasal 16 Kepmen No 111/1990. Bahan siaran TV mengutamakan acara produksi atau produksi perusahaan produksi film dan rekaman video dalam negeri yang dibuat berdasar
sumber acara dalam negeri.
- Bahasa dan Hak Siaran
Pasal 17 dan 18 dari Kepmen mengenai bahasa dan hak siaran. Bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar dalam penyelenggaraan siaran televisi di
Indonesia dan bahsa daerah digunakan sesuai dengan jenis acara yang disiarkan.
- Siaran Niaga
Siaran niaga mengacu kepada peringatan produksi dalam negeri, memberi bimbingan dan informasi kepada khalayak.
- Penyiaran Sistem Penurup
Masyarakat menggunakan siaran sistem tertutup dengan syarat pada 33 Kepmen No. 111/1990. Penyiaran televisi tertutup harus mendapat izin Menteri
Penerangan.
- Peluberan Siaran (Spill Over)
Peraturan peluberan siaran pada pasal 34-35 Kepmen No.111/1990. Siaran yang bukan peluberan ditayangkan di Indonesia oleh stasiun asing dilarang oleh
SPTS untuk dilihat dan didengar oleh wilayah RI
- Iuran Pesawat Penerima TV
Masyarakat yang mendapat pesawat penerima TV, iuran ini bersifat wajib guna sebagai bentuk keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan siaran televisi di Indonesia yang diatur pada Pasal 36 Kepmen No. 111/1990). Dalam hal
ini TVRI memiliki suatu hak tunggal untuk memungut iuran wajib ini.
- Sanksi
Pemberlakuan sanksi ketika Panduan Siaran, Penggunaan Tenaga Kerja di atas dilanggar oleh SPTS, Iuran Pesawat Penerima Televisi, serta Peluberan Siaran dilanggar, yang diatur pada Pasal 37 Kepmen 111/1990 yang biasanya juga
dikenakan sanksi pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran televisi.
D. ERA REFORMASI-SEKARANG
Disebut sebagai awal dari bangkitnya hukum penyiaran Indonesia yang dilihat dari adanya Undang-undang No. 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran pada 29 September 1997. Undang-undang tersebut dirasa dapat mengatur dengan baik segala hal seperti aturan main, kebijaksanaan, arah sistem penyiaran nasional serta strategi. Pada era ini lembaga swasta diberikan posisi yang sama dalam penyiaran yang berarti disini
rancangan pengaturan siaran televisi masih tidak teratur, namun pada era ini hal tersebut digenapkan. Disebut sebagai awal dari bangkitnya hukum penyiaran Indonesia yang dilihat dari adanya Undang-undang No. 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran pada 29 September 1997. Undang-undang tersebut dirasa dapat mengatur dengan baik segala hal
seperti aturan main, kebijaksanaan, arah sistem penyiaran nasional serta strategi.
Keren, materi menarik
BalasHapusBaik
BalasHapus