DIMENSI KEBIJAKAN (Era Penjajahan Belanda dan Jepang)
Kebijakan Komunikasi bidang media sudah mulai berkembang ketika masa koloni. Effendi (2019) menjelaskan, pers pada masa kolonial meliputi bidang media cetak dalam bahasa daerah, bahasa Belanda, dan bahasa Indonesia. Lalu pers nasional juga dikembangkan sendiri oleh orang-orang Indonesia.
Era Pendudukan Belanda
Ketika Indonesia belum dapat menerbitkan medianya sendiri, Belanda menerbitkan media yang berbahasa Indonesia. Menurut Anom (2016), Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen atau Berita dan Penalaran Politik Batavia yang diterbitkan pada 20 Juni 1774 adalah media pertama yang ada di Indonesia, dan memiliki pengaruh besar untuk menentang kebijakan Belanda. Lalu ada beberapa Ordinan Pers yang dipublikasikan oleh pemerintahan Belanda.
a. Undang-Undang Media Pemerintah Belanda: Kebijakan komunikasi pada masa ini terdapat dalam Undang-undang media Pemerintah Belanda, ada dua peraturan, yang satu bersifat mengontrol dan mencegah, sedangkan yang satu mengontrol dan menindas. Anom (2016) menjelaskan, semua karya cetak yang diterbitkan naskahnya harus diterima pejabat keadilan terlebih dahulu. Lalu terdapat lima periode dalam kebijakan media tahun 1906-1942, yaitu:
11906-1913: media bersifat bebas dan adanya pencabutan larangan dalam pencegahan barang cetak.
2. 1913-1918: masyarakat bisa merasakan efek dari sebuah kebebasan media, kebebasan tersebut menjadikan sebuah angin segar bagi penduduk pribumi.
3. 1918-1927: media pribumi tersebut mengalami kemunduran karena dibatasi, dan melahirkan pemberontakan
4. 1927-1931: pengaplikasian ordinan penarikan izin terbit media karena sebuah argumen yaitu “mengusik keselamatan umum”.
5. 1931-1942: adalah puncak pencabutan izin media, pemerintah menguasai kontrol media secara administrasi, hukum sosial, dan ekonomi.
b. Kebijakan Kontrol Media Pemerintah Belanda, awalnya ini adalah kebijakan kontrol dari yang termudah, seperti harus memberikan laporan terkait pembangunan suatu perusahaan, dan sampai pada penghentian izin. Lalu mereka membuat kitab Undang-undang hukum pidana tahun 1918. Pemerintahan pada masa ini membuat kebijakan agar pergerakan media terbatas, sarana hukum untuk pencegahan, ketetapan pidana yang menindas, pegawai pemerintah terikat dalam bentuk lingkungan administrasi harus diam, dan lain sebagainya. Ciri dari pemerintahan ini adalah wewenang penguasa dalam mencabut izin media.
c. Persbreidel Ordonantie (Ordonansi Pers), adanya Ordonasi Pers ini membuat Gubernur Jendral De Graeff memiliki kekuasaan akan larangan penerbitan, pencetakan, dan pengeluaran berbagai surat kabar dan majalah yang dianggap mengganggu ketertiban dan ketentraman, dan jika tulisan tidak sesuai maka akan ditarik. Pada pasal kedua juga Gubernur memiliki kewenangan untuk melarang pencetakan, penerbitan, dan penyebaran surat kabar.
Era Kedudukan Jepang
Jepang merupakan saah satu negara yang pernah menduduki negara Indonesia, dengan total 3,5 tahun Jepang menduduki wilayah dan pemerintahan Indonesia. Pada masa ini jugalah kebebasan pers dan media sempat diduduki oleh Jepang. Saat itu juga dibentuk sebuah departemen yang bertugas untuk melakukan propaganda (Sendenbu), organisasi ini dibentuk kedalam beberapa komunitas seperti radio, teater seni, lagu dan sebagainya.
Selain itu, bentuk propaganda lain yang dilakukan Jepang adalah dengan mengeluarkan majalah Djawa Baroe. Majalah ini dibentuk untuk menggambarkan mengenai pendidikan, karya sastra, budaya dan militer Indonesia yang baik,, namun pada kenyataannya hal tersebut hanyalah propaganda semata karena masyarakat Jawa mengalami kesengsaraan pada masa penjajahan tersebut. Namun, dengan dikeluarkannya kebijakan ini, dapat dilihat perkembangan pers dan media Indonesia. Indonesia yang semata-mata menggunakan tradisionalisme perlahan mulai bisa bergerak ke modernisme. Pers dan media Idonesia juga perlahan bisa merasakan kegunaan teknologi.
Era Kaum Nasionalisme
Kebijakan komunikasi media cetak pada hari ini diarahkan ke dalam undang-undang No 16 Tahun 1942 mengenai Landasan Kontrol Media yang dibuat pada 25 Mei 1942. Undang-undang menenai landasan control media ini juga pernah di jelaskan Swantoro dalam Anom tahun 2016 yang menyebutkan bahwa pada saat itu beberapa wilayah-wilayah di Indonesia dibagi dan berada dibawah kekuasaan militer Jepang. Pada akhirnya mereka yang akan diberi kuasa atas wilayah Jawa-Madura mengeluarkan Undang-undang tersebut. Sedangkan pasal 2 menjelaskan bahwa larang terhadap penerbit yang merupakan anti Jepang. Seorang ahli yang Bernama Yulianti juga menjelaskan kekhawatiran terhadap musuhnya yang akan memanfaatkan media komunikasi untuk mempengaruhi bangsa kita dengan cara mengungkapkan bagaimana Jepangg memnafaatkan masyarakat Indonesia.
Selanjutnya di era pergerakan kaum nasionalisme yang berlangsung ketika pendudukan Belanda dan Jepang di Indonesia. Kemudian muncullah pergerakan dari kaum nasionalis yang berjuang melawan kolonial. Adanya hal itu membuat media yang di olah oleh kaum Indonesia. Media di Indonesia yang pada akhirnya menyesuaikan dengan aliran politik dan kecenderungannya pada masing-masing organisasi. Kemudian, keadaan pers di era pergerkan kaum nasionalis. Disini media yang lahir itu lahir dari bangs akita sendiri karena rakyat Indonesia. Kemenangan rakyat Indonesia lah yang dijadikan alat yang efektif. Banyak narasi-narasi yang dibuat oleh pemimpin Indonesia. Penulis-penulis ini tentunya ada motif sendiri yaitu agar rakyat Indonesia memiliki satu suara dan satu rasa sehingga perjuangan untuk melawan kolonialisme semakin mudah untuk dilakukan.
Setuju
BalasHapus